Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran.
Kamus dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. (Yusuf, 1998:2).
Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas.
Kurangnya beberapa elektron bebas keramik membuat sebagian besar bahan keramik secara kelistrikan bukan merupakan konduktor dan juga menjadi konduktor panas yang jelek. Di samping itu keramik mempunyai sifat rapuh, keras, dan kaku. Keramik secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya.
Penemuan Keramik.
Kamus dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. (Yusuf, 1998:2).
Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh. Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas.
Kurangnya beberapa elektron bebas keramik membuat sebagian besar bahan keramik secara kelistrikan bukan merupakan konduktor dan juga menjadi konduktor panas yang jelek. Di samping itu keramik mempunyai sifat rapuh, keras, dan kaku. Keramik secara umum mempunyai kekuatan tekan lebih baik dibanding kekuatan tariknya.
Penemuan Keramik.
Diantara Langsa di Aceh dan Medan, di pantai timur laut Sumatera, yaitu di
Bukit Kulit Kerang, telah diketemukan berupa pecahan-pecahan periuk belanga.
Pecahan gerabah tersebut sangat kecil, sehingga sulit diketahui bentuk atau
wujud semula. Yang diketahui ada yang berhias dan ada yang polos. Hiasan yang
tampak pada penemuan itu adalah berupa goresan atau bekas teraan benda keras,
disamping itu ada motif bujur sangkar atau relief dan lain-lainnya. Kebudayaan
kulit kerang di zaman Mesolitikum dikenal sebagai kebudayaan “ Kjokkenmoddinger”.
Rupanya bentuk kebudayaan kulit kerang ini bertahan lama, sedangkan ditempat
lain pada waktu yang sama telah dimulai masa Neolitikum.
Lain halnya dengan Van Es, Ia menemukan pecahan-pecahan
gerabah di deretan bukit pasir tua di antara pesisir selatan Yogyakarta dan Pacitan, menurutnya
berasal dari masa Neolitik. Adapun pecahan-pecahan gerabah itu, banyak berupa
hiasan anyaman dan hiasan tali atau meander.
Juga di pantai selatan pulau Jawa juga ditemukan pecahan-pecahan gerabah dengan
hiasan kain (tekstil). Dari hasil penemuan tersebut, kiranya pada masa
Neolitikum di Indonesia sudah ada suatu kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
estetis yang diterapkan pada benda pakai keperluan sehari-hari. Benda gerabah
dihias semata-mata agar benda tersebut lebih menarik saja dan akrab dengan si
pemakai, tidak ada pretensi lain.
Gerabah yang diselidiki oleh L. Onvlee, ditemukan di kuburan di
Melolo (Sumba), mempunyai sifat yang lain lagi. Di dalam buyung (periuk-belanga) yang ditemukan terdapat banyak
tulang-belulang dan tengkorak manusia. Selain itu terdapat benda kubur semacam
guci atau kendi berukuran kecil, dimana leher dan kepala kendi berbentuk kepala manusia, terkadang dihiasi
gambar wajah-wajah. Pada badan kendi dihiasi dengan garis-garis yang
silang-menyilang atau segi tiga, yang digores ketika tanah liat masih basah
sebelum dibakar. Guci semacam kendi tersebut ada kalanya berisi kulit kerang
atau semcam perlambangan untuk makanan dan minuman sebagai bekal arwah nenek
moyang.
Tradisi penguburan jenazah dengan tempayan, ditemukan tersebar di berbagai
tempat di Indonesia, seperti di Anyer (Jawa Barat), Sa’bang (Sulawesi Selatan),
Roti (Nusa Tenggara Timur) dan Gilimanuk, Bali
( Kempers, 1960 & Utomo, 1995).
Keramik untuk kebutuhan rumah tangga terutama tempat makanan dan minuman
masa Pra-sejarah, dibuat sangat sederhana dan kebanyakan dengan teknik tatap
batu atau kayu, tanpa hiasan atau polos. Kendi, periuk, piring yang semuanya
dari gerabah ada yang polos dan ada yang dihias. Berbagai fragmen gerabah
ditemukan di Gilimanuk, Bali, dengan berbagai hiasan seperti tali, kulit kerang
, hiasan jaring-jaring dan lainnya.
Bersamaan dengan masa Megalitikum dan Perunggu, gerabah dibutuhkan sebagai
sarana pemujaan arwah nenek moyang, selain sebagai peralatan rumah tangga.
Benda kubur berupa tempayan gerabah, manik-manik perunggu, sarkofagus batu,
telah menjadi kebutuhan relegi dan perlambangan pemujaan arwah yang berkembang.
Benda-benda gerabah sudah banyak yang
diberi hiasan, seperti ditemukan di Gilimanuk, di pantai Cekik oleh R.P. Soejono, yang berhias tali dan
jaring dengan teknik cap. Pada masa tersebut, kemahiran teknik membuat
barang-barang perunggu berkembang. Juga saat itu seni hias menghias mencapai
puncaknya yaitu dengan pola geometrik atau tumpal. Masa kemahiran teknik ini
kemudian dikenal sebagai masa “Perundagian”
Benda purbakala yang ditemukan di daerah Nanga Belang di Kabupaten Kapuas
Hulu dan di Kabupaten Sintang (Kalimantan), semuanya diperkirakan dari masa
Neolitikum. Selain terdapat kapak batu, juga terdapat pecahan periuk – belanga.
Peninggalan gerabah Pra-sejarah juga ditemukan di daerah Serpong di Tanggerang,
Banyuwangi, Kalapadua di Bogor, Gelumpang di Sulawesi dan di Minahasa yang juga
di Sulawesi, tidak berbeda dengan penemuan di daerah lain, menggunakan teknik
sederhana dengan hiasan yang juga mirip. Pecahan gerabah dengan hiasan anyaman
juga terdapat di daerah Gelumpang, Sulawesi. Aspek – aspek teknis zaman Pra – sejarah tidaklah
menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Yang perlu diketahui yaitu
penggunaan alat pelarik sudah mulai dikenal ketika akan memasuki masa
Sejarah. Sebelumnya dikenal teknik tatap
batu / kayu serta pembuatan langsung dengan tangan yang disebut teknik “pinching” atau tekan jari serta teknik “coilling” atau pilin atau teknik “tali”.
Aspek lainnya adalah kemampuan untuk menghias dengan teknik cap dan torehan
yang tumbuh secara alamiah.
Posting Komentar